Nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) di tengah wait and see hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang akan berlangsung hingga Rabu (20/11/2024).
Melansir data Refinitiv, pada penutupan Senin (18/11/2024) rupiah menguat hingga 0,03% berada di level Rp15.845/US$.
Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.865/US$ hingga Rp15.825/US$. Sedangkan,Indeks Dolar AS (DXY) mengalami penurunan hingga 0,04% tepat pukul 15.00 di posisi 106,649. Pelemahan ini menjadi salah satu pendorong menguatnya rupiah.
Kini pelaku pasar menantikan keputusan penting terkait suku bunga acuan BI (BI rate) untuk November 2024, yang akan diumumkan bersamaan dengan suku bunga deposit facility dan lending facility.
Pada pertemuan sebelumnya di Oktober, BI memilih mempertahankan suku bunga acuan di level 6%, dengan suku bunga Deposit Facility di 5,25% dan Lending Facility di 6,75%. Kebijakan tersebut bertujuan menjaga inflasi dalam target 2,5% untuk 2024 dan 2025, sekaligus mendukung stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian global.
Di sisi lain, pasar juga mencermati pengumuman kebijakan suku bunga oleh bank sentral China yang dijadwalkan pada hari yang sama. China diperkirakan mempertahankan Loan Prime Rate (LPR) satu tahun di 3,1% dan lima tahun di 3,6%, setelah sebelumnya memangkas suku bunga ini untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Sebagai informasi, LPR satu tahun memengaruhi pinjaman bisnis dan rumah tangga, sementara LPR lima tahun menjadi acuan untuk hipotek, sehingga langkah ini memiliki dampak luas pada sektor keuangan.
Ketegangan semakin meningkat menjelang pengumuman data ekonomi penting dari BI pada Kamis (21/11/2024), yaitu angka transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk kuartal III-2024. Sebelumnya, pada kuartal II-2024, defisit transaksi berjalan Indonesia melebar menjadi US$3,02 miliar, tertinggi sejak kuartal pertama 2020. Defisit ini terutama disebabkan oleh lonjakan defisit jasa perjalanan yang mencapai US$5,15 miliar.