Deretan Banjir Terbesar Pernah Terjadi di Indonesia, Termasuk Jakarta

Petani panen menggunakan terpal untuk mengangkut padi yang kebanjiran di Desa Tondomulyo, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, Kamis (14/3/2024). (Dok. Detikcom/Dian Utoro Aji)

Sebagian besar wilayah di Indonesia kini sudah memasuki musim hujan dan secara otomatis La Nina sudah memasuki Indonesia.

Fenomena La Nina merupakan anomali iklim yang ditandai dengan suhu permukaan laut (SPL) atau sea surface temperatur (SST) di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin dibandingkan suhu normalnya.

Kondisi ini biasanya diikuti dengan berubahnya pola sirkulasi Walker (sirkulasi atmosfer arah timur barat yang terjadi di sekitar ekuator, di mana atmosfer yang berada di atasnya dan dapat mempengaruhi pola iklim dan cuaca global.

Menurut laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), La Nina dapat berulang dalam beberapa tahun sekali dan setiap kejadian dapat bertahan sekitar beberapa bulan hingga 2 tahun.

Adapun, efek dari La Nina sendiri yakni intesitas air hujan yang makin meningkat, membuat cuaca menjadi hujan. Ketika ini terjadi, maka akan berpotensi hujan lebat hingga ekstrem.

Di Indonesia, ketika sudah memasuki musim hujan, daerah-daerah yang cukup rendah terutama di pesisir pantai atau dekat dengan aliran sungai biasanya berpotensi dilanda banjir jika intensitas hujan semakin kencang.

Oleh karena itu, banjir adalah kejadian alam yang seringkali terjadi di Indonesia.

Penyebabnya beragam, mulai dari intensitas hujan tinggi, rendahnya permukaan tanah, hingga tidak lancarnya aliran sungai akibat sampah yang menghambat.

Masalah banjir sudah ada sejak lama, namun sampai saat ini, banjir masih melanda beberapa daerah di Indonesia setiap tahun, yang menimbulkan kerugian besar berupa harta bahkan korban jiwa.

Sayangnya, banjir di Indonesia kini tak hanya seringkali terjadi di daerah yang berada di pesisir atau dataran rendah. Bahkan di dataran tinggi sekalipun juga mulai banyak dilanda banjir bandang.

Lalu, wilayah mana saja yang pernah dilanda banjir besar? Berikut ini daftarnya

1. Banjir Jambi (1955)

Berdasarkan catatan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jambi pernah mengalami banjir terbesar sepanjang sejarah pada tahun 1931, 1955, 1967, 1991, 2003, 2006, 20007, 2010, 2013, 2014, dan 2015. Namun banjir terbesar yang pernah terjadi di Jambi yaitu pada akhir bulan Januari-Februari 1955.

Kondisi banjir ini diungkapkan melalui surat kabar Overijels Dagblad, 11 Februari 1955 dan Shamsu Bahroen, delegasi Dewan Eksekutif Batanghari di Sumatra Tengah.

Menurut laporan Bahroen, hujan dimulai pada 28 Januari 1955 selama 10 hari berturut-turut dan membuat ketinggian air Sungai Muara Tembesi mencapai 4 meter.

Mereka juga melaporkan ada sebanyak 80% dari rumah yang ada di Jambi terendam, ribuan orang yang mengungsi ke daerah yang lebih tinggi, 42 ribu hektar sawah dan padi yang hampir masak rusak dan 6 ribu sawah yang padinya masih kecil rusak parah.

2. Banjir Bahorok (2003)

Peristiwa banjir terbesar di Indonesia sempat terjadi pada Minggu, 2 November 2003 di kawasan ekowisata Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Banjir akibat luapan air di sungai Bohorok yang menyebabkan 157 orang tewas, termasuk 6 turis mancanegara, dan 82 orang lainnya dinyatakan hilang.

Dalam bencana tersebut, sebagian masyarakat menilai bencana alam itu merupakan kutukan akibat penyelewengan fungsi kawasan wisata yang menjadi “dunia remang-remang”.

Namun faktor utama yang menyebabkan bencana alam itu disebabkan oleh degradasi di daerah hulu akibat maraknya penebangan liar yang menghambat daya serap hujan air ke dalam tanah.

3. Banjir Jakarta (2007 & 2009)

DKI Jakarta memang dianggap sebagai kota yang menjadi langganan banjir tiap tahunnya, terutama pada awal tahun. Namun di 2007 silam, banjir yang melanda Jakarta dapat menjadi salah satu banjir terbesar di Indonesia.

Pada malam tanggal 1 Februari 2007, banjir mulai melanda Jakarta dan sekitarnya, setelah hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari sampai keesokan harinya.

Selain curah hujan yang tinggi, banjir juga disebabkan oleh sistem drainase yang buruk, sehingga volume udara di 13 sungai yang melintasi Jakarta meluap dan merendam hampir 60% wilayah DKI Jakarta dengan ketinggian hampir 5 meter.

Peristiwa Banjir ini menelan lebih banyak korban dibandingkan bencana serupa yang terjadi pada tahun 2002 dan 1996.

Berdasarkan sumber, sebanyak 80 orang dinyatakan meninggal dunia selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, dan sakit.

Akibat kejadian ini, perputaran perekonomian di Jakarta mati dan kerugian mencapai mencapai Rp 4,3 triliun. Sebanyak 320.000 warga Jakarta mengungsi ke tempat yang lebih aman sampai 7 Februari 2007.

Banjir bandang juga kembali menghantam Jakarta pada 2009, terutama di wilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara. Tidak hanya terjadi di jalan raya, banjir merendam wilayah elite.

Ba

4. Banjir Wasior, Papua Barat (2010)

Pada tanggal 4 Oktober 2010, terjadi banjir bandang di Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat. Banjir ini terjadi akibat hujan yang tidak berhenti sejak Sabtu, 2 Oktober 2010 hingga Minggu, 3 Oktober.

Kondisipun semakin diperburuk dengan kerusakan hutan di Wasior yang menyebabkan Sungai Batang Salai yang berhulu di Pegunungan Wondiwoy meluap. Akibatnya, sejumlah infrastruktur di Wasior hancur, termasuk lapangan udara, rumah warga, rumah sakit, jembatan, dan beberapa gereja.

Tidak hanya itu, banjir dahsyat ini juga memutuskan jalur komunikasi dan jaringan listrik di Wasior. Berdasarkan laporan media pada saat itu, banjir bandang di Wasior ini menyebabkan 158 orang meninggal dunia dan 145 orang dinyatakan hilang.

5. Banjir Tangse, Aceh (2011)

Peristiwa banjir terbesar di Indonesia juga sempat dialami oleh warga Aceh, tepatnya di Tangse, Pidie.

Banjir bandang ini terjadi pada 10 Maret 2011 yang terjadi akibat hujan yang tidak berhenti selama empat hari.

Kondisipun diperburuk dengan pembalakan liar di kawasan Hutan Tangse. Dengan dua kombinasi ini, terjadilah banjir bandang yang tidak bisa mati, dan mengakibatkan kerusakan sejumlah rumah warga dan kerusakan jembatan antar desa menjadi sasarannya.

Kerusakan infrastruktur di kawasan ini disebabkan oleh banjir yang membawa kayu gelondongan besar.

Berdasarkan informasi badan bencana kala itu, peristiwa ini telah mengakibatkan 24 orang meninggal dunia dan 102 rumah warga hancur, rusak berat, jugab ringan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*