
Surat berjudul “Abrahamic Plea to Israel” yang diinisiasi para pemimpin dari tiga agama Samawi, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi, mendesak Israel segera melakukan gencatan senjata dan mewujudkan perdamaian di Jalur Gaza, Palestina.
“Kami, para pemimpin agama dari tradisi Abrahamik — Yudaisme, Kristen, dan Islam — hari ini berbicara dengan satu suara, bersatu dalam duka, belas kasih, dan tekad dalam menanggapi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza,” demikian isi surat tersebut yang dibacakan secara daring, dipantau dari Jakarta, Selasa.
Surat dari para pemimpin lintas agama itu dibacakan dalam konferensi pers FPCI (Foreign Policy Community of Indonesia) bersama 1000 Abrahamic Circles, sebuah inisiatif perdamaian lintas iman yang digagas mantan Dubes RI untuk AS, Dino Patti Djalal.
Tiga pemimpin lintas agama yang menginisiasi surat tersebut adalah Elliot J. Baskin, rabi dari Asosiasi Rabi di Temple Emanuel, Denver, Colorado, AS; Alaa Elzokm, imam di Elsedeaq Islamic Society, Melbourne, Australia; dan Ryhan Prasad, pendeta di Gereja Presbiterian Khandallah, Wellington, Selandia Baru.
Dalam surat itu, ketiga pemimpin menegaskan bahwa di tengah krisis kemanusiaan yang kian parah di Gaza, mereka mendesak Israel segera melakukan gencatan senjata dan mewujudkan perdamaian di wilayah kantong Palestina tersebut.
Mereka menyatakan tidak bisa tinggal diam melihat penderitaan luar biasa yang dialami warga Gaza. “Hilangnya nyawa, hancurnya rumah, jeritan korban luka, dan penderitaan para pengungsi menuntut perhatian mendesak dan tindakan kolektif kita,” tulis mereka.
Untuk itu, mereka berkomitmen mengedepankan pendekatan komprehensif guna mewujudkan perdamaian dan keadilan di Gaza, berlandaskan penghormatan terhadap martabat manusia, saling pengertian, serta kolaborasi melalui doa, dialog, dan aksi nyata.
Secara teologis, mereka meyakini umat Islam, Kristen, dan Yahudi di Palestina maupun Israel adalah tetangga satu sama lain.
Karena itu, aksi kekerasan, pembangunan permukiman ilegal, serta kebijakan pemerintah Israel terhadap warga Gaza dinilai bertentangan dengan nilai ketiga agama tersebut dalam memperlakukan sesama.