Catatan buruk mengenai situasi perekonomian Indonesia hari ini terus terungkap. Terbaru dapat dilihat dari rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terkait indeks harga konsumen (IHK).
Pada Juli 2024, Indonesia kembali mengalami deflasi sebesar 0,18% (month to month/mtm). Artinya, dalam tiga bulan sudah mengalami deflasi (mtm) yakni pada Mei 2024 sebesar 0,03%, sebesar 0,08% pada Juni 2024, dan sebesar 0,18% pada Juli 2024.
Deflasi selama tiga bulan beruntun adalah hal yang sangat terjadi di Indonesia. Dalam rentang waktu 1986-2024 atau 38 tahun terakhir, deflasi selama tiga bulan beruntun hanya dua kali terjadi yakni pada 1999 dan 2020.
Indonesia mencatat deflasi tiga bulan beruntun pada 2020 yakni pada Juli (-0,1%), Agustus (-0,05%), dan September (-0,05%).
Deflasi tiga bulan beruntun sebelumnya yang terjadi pada 1999. Pada tahun tersebut, deflasi bahkan terjadi dalam lima bulan beruntun yakni pada Maret (-0,18%), April (-0,68%), Mei (-0,28%), Juni (-0,34%), Juli (-1,05%), Agustus (-0,93%), dan September (-0,68%).
Sebagai catatan, kondisi ekonomi pada 1999 adalah saat ekonomi Indonesia pasca dan dalam kondisi krisis.
Ekonomi 1999 masih terdampak besar karena Krisis Moneter 1997/1998. Dampak tersebut terlihat pada lonjakan pengangguran dari 4,63% pada 1998 menjadi 6,36% pada 1999.
Prosentase penduduk miskin juga masih sangat tinggi yakni 23,41% pada1999. Bandingkan dengan kondisi sebelum krisis yang hanya 17,47%.
Inflasi hanya mencapai 2% pada 1999 setelah terbang 77,6% pada 1998. Banyaknya pabrik yang tutup, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan pergolakan politik membuat ekonomi melambat hingga daya beli melemah.
Demikian juga yang terjadi pada 2020. Pandemi Covod-19 menghantam dunia dan Indonesia. Aktivitas ekonomi lumpuh sehingga Indonesia sampai jatuh ke jurang resesi. Ekonomi Indonesia terkontraksi 2,07% pada 2022 sementara tingkat kemiskinan dan pengangguran melonjak.
Inflasi hanya menembus 1,68% pada 2020 yang menjadi level terendah sepanjang masa. Inflasi jatuh lebih didasari pada ambruknya permintaan dan melemahnya daya beli. Banyaknya PHK, berkurangnya pendapatan, mandegnya ekonomi membuat banyak masyarakat menahan atau mengurangi konsumsi.
Aktivitas konsumsi juga terhambat dengan pembatasan mobilitas. Pertokoan hingga hotel beberapa kali mesti ditutup total karena melonjaknya kasus Covid-19.
Penurunan Daya Beli
Kondisi ekonomi yang memburuk juga tengah menghantam Indonesia tahun ini. PHK semakin merajalela sementara harga pangan banyak yang melonjak mulai dari beras hingga gula. Kondisi ini ikut menekan permintaan masyarakat.
Berdasarkan data kementerian ketenagakerjaan (kemnaker), pada periode Januari-Juni 2024 terdapat 32.064 orang tenaga kerja yang terkena PHK. Angka tersebut naik 21,4% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 26.400 orang.
Sejumlah indikator menunjukkan adanya pelemahan daya beli sehingga masyarakat terpaksa mengurangi belanja.
Data Bank Indonesia menyebut proprosi konsumsi masyarakat Indonesia pada Juni berada di angka 73,9%. Proporsi ini lebihbaik dibanidngkan Mei tetapi jauh di bawah rata-rata 2023 yang berada di angka 75%.
Lemahnya daya beli masyarakat juga terlihat dari sikap kurang konsumtifnya masyarakat terhadap barang. Sebagai contoh yakni penjualan mobil yang relatif stagnan.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mencatat, penjualan mobil nasional tahun 2013 mencapai 1,23 juta unit. Dan sampai saat ini, angka itu belum terlampaui.
Sementara itu, produksi mobil nasional justru terus naik dan mencapai puncak di tahun 2022. Tercatat produksi mobil nasional mencapai 1,47 juta unit, naik dari tahun 2021 yang sebanyak 1,12 juta unit.
Tanggapan Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tim pengendali inflasi pusat dan daerah memang terus bekerja menjaga tingkat inflasi tahun ini di level 2,5%.
“Inflasi kan memang kita ada tim inflasi, TPIP dan TPID, yang memang mau menurunkan inflasi, dan pasca lebaran kan turun ke 2,5%,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta.
Maka, Airlangga mengatakan, penurunan harga-harga terjadi untuk kelompok bahan pangan. Ia menganggap, tak ada yang salah dengan daya beli masyarakat.
“Ini kan yang turun kan harga-harga pangan, jadi memang itu untuk mengontrol daripada inflasi itu sendiri,” tegasnya.
Ia pun optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan terganggu dengan kondisi deflasi tersebut. Airlangga meyakini, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2024 masih akan aman di kisaran 5%.